Suara Merdeka - Sopir Bis Asli Giritontro
BANYAK wanita yang dapat mengemudikan mobil. Tapi tidak banyak yang berprofesi sebagai sopir bus, apalagi bus malam. Di Wonogiri misalnya yang dikenal memiliki banyak bus malam jurusan Jakarta, hanya ada Suyanti (42) yang menjadi pengemudi bus malam jurusan Wonogiri-Jakarta. Dia bekerja di PO Bus Gajahmungkur, dan satu-satunya wanita pengemudi di PO itu di antara 60 pengemudi.
''Kalau ditanya mengapa saya memilih profesi sopir bus malam, itu ceritanya panjang,'' ujar wanita kelahiran 17 Agustus 1961 tersebut.
Kepada Suara Medeka, wanita berzodiak Leo dan penerima penghargaan khusus bidang profesi langka dari Presiden Aeng-aeng, Mayor Haristanto SSos, itu menceritakan pengalamannya.
Boleh tahu siapa Anda sebenarnya?
Saya anak sulung dari sembilan bersaudara. Asli Wonogiri, lahir di Desa Banjar, Kecamatan Giritontro. Tapi saya dibesarkan di Jakarta, ikut bulik dan baru pulang kampung setelah perkawinan saya gagal. Saya mudik tahun 1989. Baru kemudian tahun 1990 saya memulai sebagai sopir bus malam, tepatnya Maret 1990.
Siapa yang membimbing Anda mengemudi?
Sejak dulu saya telah mahir nyetir mobil. Karena itu ketika akan memulai menjadi sopir bus malam, saya tinggal menyesuaikan diri dengan jenis kendaraan bus. Kebetulan ada teman yang membimbing saya. Awalnya saya jadi sopir bus malam jurusan Wonogiri-Jakarta di PO Timbul Jaya, Ngadirojo.
Mengapa sekarang nyopir di Gajahmungkur?
Sekitar lima tahun terakhir ini, saya pindah ke PO Gajahmungkur, Ngadirojo. Karena lama-lama di Timbul Jaya sepertinya karier saya tidak bisa eksis. Penyebabnya pihak yang mengatur sopir sepertinya kurang memperhatikan keberadaan saya. Karena itu, saya pilih pindah dengan cara baik-baik.
Apa dulu Anda bercita-cita menjadi sopir bus?
Ndak juga. Saya nggak pernah punya cita-cita nyopir. Saya memilih jadi sopir setelah rumah tangga saya gagal karena bercerai dengan suami. Meski tidak terbilang kaya, rumah tangga saya dulu berkecukupan. Inisiatif nyopir bus muncul ketika saya pulang kampung dan merasa tidak punya pemasukan. Padahal hidup perlu biaya. Apalagi saya punya satu anak kandung dan satu anak asuh.
Apa suka dukanya menjadi sopir bus malam?
Sukanya, kalau mampu mengantarkan penumpang dengan selamat sampai tujuan. Dukanya, ketika di jalanan mobil rusak atau ada halangan, sedih rasa hati ini. Apalagi yang namanya perjalanan jarak jauh, ada kalanya tidak selalu mulus. Seperti ketika suatu saat mobil macet di jalan, dan para penumpang malah bersikap rewel tak mau menerima keadaan. Itu menjadi bagian duka dari kehidupan saya sebagai sopir bus malam.
Suka ngebut?
Ngebut atau tidak, itu sangat tergantung situasi dan tuntutan di jalan. Prinsip saya lebih mengedepankan keselamatan daripada ngebut. Untuk membunuh kejenuhan selama tugas nyopir, saya selingi dengan merokok dan makan buah. Saya tidak suka pakai obat atau minuman suplemen yang macam-macam. Kalau ngantuk ya lebih baik tidur, sedangkan setir digantikan oleh sopir cadangan. (Bambang Pur-49s) , (Sumber Suara Merdeka, Foto oleh Mas Eko)
''Kalau ditanya mengapa saya memilih profesi sopir bus malam, itu ceritanya panjang,'' ujar wanita kelahiran 17 Agustus 1961 tersebut.
Kepada Suara Medeka, wanita berzodiak Leo dan penerima penghargaan khusus bidang profesi langka dari Presiden Aeng-aeng, Mayor Haristanto SSos, itu menceritakan pengalamannya.
Boleh tahu siapa Anda sebenarnya?
Saya anak sulung dari sembilan bersaudara. Asli Wonogiri, lahir di Desa Banjar, Kecamatan Giritontro. Tapi saya dibesarkan di Jakarta, ikut bulik dan baru pulang kampung setelah perkawinan saya gagal. Saya mudik tahun 1989. Baru kemudian tahun 1990 saya memulai sebagai sopir bus malam, tepatnya Maret 1990.
Siapa yang membimbing Anda mengemudi?
Sejak dulu saya telah mahir nyetir mobil. Karena itu ketika akan memulai menjadi sopir bus malam, saya tinggal menyesuaikan diri dengan jenis kendaraan bus. Kebetulan ada teman yang membimbing saya. Awalnya saya jadi sopir bus malam jurusan Wonogiri-Jakarta di PO Timbul Jaya, Ngadirojo.
Mengapa sekarang nyopir di Gajahmungkur?
Sekitar lima tahun terakhir ini, saya pindah ke PO Gajahmungkur, Ngadirojo. Karena lama-lama di Timbul Jaya sepertinya karier saya tidak bisa eksis. Penyebabnya pihak yang mengatur sopir sepertinya kurang memperhatikan keberadaan saya. Karena itu, saya pilih pindah dengan cara baik-baik.
Apa dulu Anda bercita-cita menjadi sopir bus?
Ndak juga. Saya nggak pernah punya cita-cita nyopir. Saya memilih jadi sopir setelah rumah tangga saya gagal karena bercerai dengan suami. Meski tidak terbilang kaya, rumah tangga saya dulu berkecukupan. Inisiatif nyopir bus muncul ketika saya pulang kampung dan merasa tidak punya pemasukan. Padahal hidup perlu biaya. Apalagi saya punya satu anak kandung dan satu anak asuh.
Apa suka dukanya menjadi sopir bus malam?
Sukanya, kalau mampu mengantarkan penumpang dengan selamat sampai tujuan. Dukanya, ketika di jalanan mobil rusak atau ada halangan, sedih rasa hati ini. Apalagi yang namanya perjalanan jarak jauh, ada kalanya tidak selalu mulus. Seperti ketika suatu saat mobil macet di jalan, dan para penumpang malah bersikap rewel tak mau menerima keadaan. Itu menjadi bagian duka dari kehidupan saya sebagai sopir bus malam.
Suka ngebut?
Ngebut atau tidak, itu sangat tergantung situasi dan tuntutan di jalan. Prinsip saya lebih mengedepankan keselamatan daripada ngebut. Untuk membunuh kejenuhan selama tugas nyopir, saya selingi dengan merokok dan makan buah. Saya tidak suka pakai obat atau minuman suplemen yang macam-macam. Kalau ngantuk ya lebih baik tidur, sedangkan setir digantikan oleh sopir cadangan. (Bambang Pur-49s) , (Sumber Suara Merdeka, Foto oleh Mas Eko)
3 comments:
Mantap..
Wanita pun bisa..
trima ksih, krna sudah berjasa pda bis ksayangan ku ini, Gajah Mungkur
keren gan informasinya, supir bis malam tp wanita
contoh wanita yang gigi dan pekerja keras
Post a Comment